“Aku ingin berbicara beberapa kata dengan Elisa sendirian.” Ariella mengatakannya.
“Kalau begitu aku pergi ke depan untuk tunggu nona Ariella, bila ada keperluan, kamu panggil saja.” Setelah bicara, tersenyum, tuan Xu menghadap balik dan pergi.
Ariella menarik nafas yang dalam, kembali lagi ke samping jendela, Elisa tetap diam di ruangan itu menghadap ke arah jendela, kelihatannya sangat kesepian.
Ariella melihat wajah Elisa, melihat wajahnya yang cacat itu, dia kepikiran masalah masa lalu lagi.
Elisa pernah cantik dan sangat mempesona, waktu itu banyak laki-laki yang mengejarnya, namun satu-satu ditolak oleh dia.
Sampai pada akhirnya, Ariella baru tahu, hati Elisa selalu ada Ivander, menikah dengannya adalah tujuan hidupnya.
“Kamu datang untuk menertawakan aku?” Elisa tiba-tiba tertawa, tertawa yang dingin membuat halaman yang hening ini menjadi sangat menyeramkan.
Ketika Ariella sedang tidak fokus, suara Elisa yang dingin dan penuh kebencian mengalir ke telinganya, Ariella langsung kembali fokus, Elisa tetap tenang, hanya saja wajahnya membuat orang merasa tidak enak dan ingin muntah.
Ariella menahan perutnya yang merasa tidak enak dan ingin muntah, dengan kalem mengatakan: “Betul.”
Biarkan Elisa berpikir seperti ini jika itu kemauannya, lagi pula dia tidak pernah peduli dengan apa yang dipikirkan olehnya.
Sejujurnya, Ariella juga tidak tahu kenapa dia datang menjenguk Elisa?
Mungkin ingin melihat kini bagaimana kondisi orang yang pernah melukai dia?
Mungkin juga ingin melihat apakah dia sungguh tidak waras atau hanya berpura-pura?
Atau mungkin juga karena Elisa dan dia memiliki darah dari ibu yang sama, Elisa adalah orang satu-satunya di dunia ini yang memiliki hubungan darah dengannya.
Singkatnya, kondisi yang rumit ini, Ariella sendiri juga tidak mengerti, jadi dia tidak ingin banyak berpikir lagi.
“Sayangnya sudah membuatmu kecewa.” Elisa melototi dia, dan tertawa lagi, berkata, “Aku beritahu kamu, aku masih sangat waras.”
Ariella berkata: “Tampangmu seperti ini dan dikurung di sini, memangnya waras atau tidak waras masih ada perbedaan?”
“Semua ini karena ulahnya orang itu yang bermarga Xu, dia membuat aku membunuh Ivander, dia, ini semua karena ulah dia.” Elisa tertawa terbahak-bahak sampai mengalirkan air mata. “Sudah ada Ivander satu orang yang mengkhianati aku apakah tidak cukup, sekarang ditambah orang itu yang bermarga Xu, laki-laki di dunia ini kenapa begitu menyeramkan.”Ariella: “…..”
Elisa kemudian mengatakan: “Ariella, kamu jangan senang terlalu awal, selama aku masih hidup, aku akan mencari cara untuk membuatmu hidup susah.”
Ariella membalasnya: “Elisa, kamu bisa ada hari ini semua karena ulahmu sendiri, apakah kamu masih berpikir ini kesalahan orang lain padamu?””Kalau bukan karena ada kehadiranmu, apakah ibu bisa tidak mencintai aku? Kalau tidak ada kehadiranmu, apakah Ivander bisa tidak mencintai aku? Kalau bukan karena ada kehadiranmu, apakah di penglihatan orang-orang yang bertumbuh besar bersama kita bisa tidak ada kehadiran aku?” Elisa tiba-tiba menyamparinya, mulai tidak waras memukul jendela, dan berteriak.
Ariella mundur dua langkah, menggangguk kepalanya, dan menghempaskan nafas: “Di penglihatan mereka bukan tidak ada kamu, namun kamu hanya selalu melihat orang yang kamu peduli, bukan orang lain.”
“Ariella, kamu tidak usah berpura-pura seperti mengerti semua ini, kalau kamu sungguh mengerti semua ini, kenapa dulu bisa meninggalkan Kyoto? Kalau kamu sungguh mengerti, kenapa bisa tidak peduli ibu selama banyak tahun ini? Kalau kamu sungguh mengerti, kenapa tidak bisa memaafkan Ivander?”
Mendengar perkataan ini dari Elisa, Ariella juga tertawa: “Kalau aku tidak meninggalkan Kyoto, memangnya aku mau tunggu dibunuh oleh kalian? Aku maafkan Ivander? Dia tidak berhak untuk dimaafkan sama sekali.”
Tatapan Elisa tetap tertuju pada tubuh Ariella, tertawa lagi dan berkata: “Ariella, kamu seharusnya masih ingat, betapa baiknya Ivander kepadamu, tetapi dia mengkhianati kamu tidak lama kemudian. Kamu lihat saja, pria kamu sekarang tidak berapa lagi juga akan menjadi Ivander ke-2.”
Di hati Ariella, dia tidak pernah menyamakan Carlson dan Ivander sebagai satu tipe orang, tiba-tiba mendengar Elisa mengatakan begini, dia sangat ngamuk.
Sudah sampai begini, Elisa wanita ini masih ingin mengutuknya, wanita ini pantas jatuh ke titik dimana sekarang dia berada.
“Ariella—”
Ariella baru saja ingin membantahnya, tetapi belum mengucapkan apa-apa, dia mendengar Carlson memanggil namanya, tubuhnya menjadi kaki, dia menarik nafas dalam-dalam, dan membalikkan badan menatapnya.
Dia berdiri di jarak yang tidak jauh darinya, masih memakai jas abu-abu yang biasa dipakainya, berdiri tegak, dan memakai kacamata barbingkai emasnya, tampaknya sangat marah.
Juga tidak tahu dia sudah datang berapa lama?
Juga tidak tahu dia mendengar berapa banyak pembicaraan antara Ariella dan Elisa?
“Carlson, kamu, kamu kenapa datang ke sini?” selain cemas, Ariella merasa lebih kaget.
Dia baru sampai tidak lama, Carlson sudah sampai juga, kalau begitu bisa dibilang, dia mengikuti di belakang pesawatnya.
Elisa tertawa terbahak-bahak dan berkata: “Ariella, priamu sudah datang. Kamu baru saja pergi sebentar, dia langsung datang mencarimu, dia sungguh sayang denganmu. Aku sangat ingin melihat kelak dia meninggalkanmu, dan betapa sengsara dirimu.”
Carlson datang kemari, langsung menggenggam tangan Ariella, dengan tajam melihat Elisa dan dengan dinginnya mengatakan : “Kalau begitu sepertinya akan membuat nona Elisa kecewa. Istriku akan aku jaga dengan baik seumur hidup.”
Suara Carlson sangat rendah, namun tidak terdengar marah, terutama aura tubuh yang mewah, sekejap menekan kemarahan Elisa, membuat dia hanya termangap namun tidak dapat mengatakan sepatah kata pun.
Carlson berhenti menatap Elisa, tatapan yang tajam sekejap menghilang dan menggandeng Ariella pergi.
Melihat bayangan tubuh mereka, terutama melihat Carlson yang sangat hati-hati melindungi Ariella, Elisa tidak bisa berhenti menatapnya, dalam hatinya berpikir, dia dulu juga pernah sedekat itu dengan prianya.
Andai saja dulu dia tidak melepasnya dengan mudah dan lebih berusaha lagi, maka segala sesuatu yang dinikmati oleh Ariella juga seharusnya dimilikinya.
Sepanjang jalan, Carlson hanya diam dan tidak berkata apapun, bahkan juga tidak menatap Ariella, sampai naik mobil, dia baru menatapnya dengan kemarahan yang sudah dipendam.
Ariella ditatap oleh dia sampai merasa tidak bebas, termangap: “Carlson, aku…..”
Carlson dengan dingin mengatakan: “Ariella, apakah kamu sungguh menganggap aku suami kamu?”
Kalau dia menganggap Carlson suaminya, kenapa segala masalah harus ditanggung oleh dirinya sendiri, tidak pernah memberitahunya?
Dia menyimpan semua masalah di dalam hatinya, mengurung dirinya di dalam dunianya sendiri, pintu tersebut bahkan tidak terbuka untuknya sedikit pun.
Carlson sangat ingin masuk ke dunianya, melindungi dia di dalam dunianya, namun dia tidak memberikan Carlson kesempatan.
“Aku tidak menganggap kamu suamiku? Kalau begitu kamu kira aku menganggap kamu apa? Mesin ATM? Mesin penggalih?” Ariella menggigit bibirnya dan kesal mengucapkannya.